Merpati dan Manusia
Dalam pengembaraan aku pernah melihat sebuah pulau yang dihuni oleh seorang manusia seperti monster berkaki besi yang makan bumi dan minum lautan tak putus-putusnya. Lama sekali aku memandanginya kemudian aku mendekatinya dan berkata tidak pernahkah engkau merasa cukup; apakah laparmu tidak pernah terpuaskan dan hausmu tidak pernah terpadamkan? Ia menjawab, ya, aku telah terpuaskan, aku juga letih makan dan minum; Tapi aku takut bila esok tak ada lagi bumi yang dapat ku makan dan lautan yang dapat ku minum (Kahlil Gibran, Cinta, Keindahan dan Kesunyian).
Sebelum saya uraikan makna dari tulisan ini dengan hormat saya ingin berbagi sedikit tentang hewan piaraan saya yaitu “Burung Merpati.” Burung merpati pantas disebut burung perdamaian yang amat setia kepada pasangannya, baik dalam bercinta, mencari makan dan bahkan pada saat dalam keadaan duka bila salah satu anggota keluarganya hilang atau mati. Dalam hal bercinta atau MAKE LOVE, ia begitu setia, hal ini terbukti terjadi pada hewan piaraan MERPATI di rumah ku di Lospalos. Hewan piaraan ini semakin hari jumlahnya semakin turun dan bahkan hanya tertinggal 1 ekor saja . Dalam benak saya, merpati ini tidak berkembang biak seperti pada hewan piaraan lainnya tetapi semakin menurun jumlahnya.
Rahasianya terbongkar setelah saya check telurnya ada, tetapi tidak menetas, walau induknya mengeramnya. Hal ini terjadi karena pada saat pasangannya hilang atau mati, merpati betina alias janda tersebut tidak kawin dengan pejantan lain walau dalam satu kandang. Dari segi makan, merpati begitu berjiwa mulia dalam arti selalu membagi makanannya walau sedikit, misalnya memberi biji jagung hanya sedikit, sebelum ia memakan harus memanggil yang lainnya agar turut makan bersama, bila tempatnya sempit ia makan dan mundur serta memberi tempat kepada yang lain untuk makan lagi. Dari segi merawat anaknya, merpati jantan dan betina alias induknya sama-sama mencari makanan dan memberi kembali kepada anaknya hingga menjadi dewasa dan mandiri.
Perumpamaan ini saya sengaja munculkan agar paling tidak tergugah hati kita guna mengurangi rasa rakus kita terhadap kekayaan Rakyat yang kita himpun selama ini. Ada beberapa kejangalan yang terjadi pada pemerintahan kita selama puluhan tahun kemerdekaan kita, sudah berapa banyak dolar yang kita habiskan setiap tahun dan bahkan utang kita pun sudah mencapai lebih dari tiga ratus juta dolar America (300 juta US Dollar). Apa kah para pemimpin kita tetap ingin makan segala yang ada disamping dengan berkata “MUMPUN ADA KESEMPATAN” atau ingin memberi kesempatan kepada yang lain untuk makan lagi ? Atau kah kita akan sama-sama menikmati kekayaan kita guna tercipta kemakmukan dan kedamaian bagi Povo Maubere? Bukankah selama puluhan tahun memimpin negeri ini sudah cukup? Pertanyaan ini bakal terjawab pada pembentukan dan pelaksanaan pemerintahan periode 2017-2022 yang dipimpin oleh Fretilin sendiri, dengan tujuan yang tentunya sama dengan partain lain yang sedang dalam era negosiasi, seperti PLP, Khunto yaitu tercipta kemakmuran dan kedamaian bangsa “Povo Maubere” dan bukan sebaliknya seperti kala kampanhe ia terteriak MAU-BERE, kala terpilih ia berteriak MAU-PAJERO/PRADO, alias ingin mobil mewah yang dijuluki PAJERO/PRADO tapi pada akhir pemerintahannya ia jadi MAU-PAGADOR (Florindo Konratu).
Semuanya dapat terwujud kalau sistemnya dapat dirubah, jika tidak maka niscaya “MUDANSA LA IHA” alias mudansa hanya berlaku bagi segelintir orang yaitu kaum Borguis bersatu dengan pemerintah maka para kaum prolaterat semakin terjepit, jurang kemiskinan semakin lebar yang pada akhirnya povo MAUBERE akan menjadi budak dinegerinya sendiri karena dikuasai oleh kaum neo kapitalis yang kian hari kian bertambah atau dengan kata lain para pemegang kekuasaan yang semestinya dalam menggerakkan perekonomian seharusnya memihak kepada rakyat atau pro rakyat bukan memihak para neo kapitalis alias pro bisnis. Mampukah kita bersatu dan maju untuk memghadapi para kaum neo – kapitalis sesuai dengan Hino Nacional kita “ Avante Unidos, Firmes Decididos, na luta contra o imperealismo...? ataukah kita berikan negeri ini kepada para kaum asing yang bermodal dan kita harus menuju ke hutan atau gunung lagi seperti yang terjadi di kota Dili dan sekitarnya?
Berbicara kemakmuran dan kedamaian tentunya para pemimpin bangsa atau calon pemenang Pemiliu Parlementar yang bakal memimpin negeri ini sudah memiliki program yang jelas untuk mewujudkannya, hanya saja rasa kuatir tetap ada karena bisa saja akan tetap lapar dan melahap apa saja yang ada dihadapannya bagaikan monster tersebut. Semoga sistemnya berubah dan paling tidak pada pemerintahan mendatang akan melibatkan semua orang “ menempatkan orang yang tepat pada tempatnya” bukan lagi berdasarkan ikatan KKN yang sedang berlaku sekarang.
Mari kita sejenak untuk refleksikan diri. Sebagai manusia dalam memenuhi kebutuhan kita, seharusnya jangan hanya ikuti kemauan perut dengan kerakusannya ingin melahap apa saja yang ia temukan entah haram kah halal. Plato membagi tubuh manusia menjadi tiga bagian yaitu kepala dan ia namakan logistikon atau rasio/ulun, bagian dada/fuan kah neon ia namakan thumos dan bagian perut ia namakan epithumia. Lebih jauh ia mengaharapkan agar manusia jangan hanya ikuti apa kemauan perut itu atau epithumia( hanya ingin makan dan minum serta sex), tapi seharusnya harus pikir dulu (logistikon) dan konfirmasikan ke thumos/neon yang ada relasinya dengan harga diri.
Kalau sudah cocok maka kehidupan manusia pun tercapai yaitu kebagahagiaan dan Plato/Platon menamakan ARETE. Pertanyaan apakah para pemimpin kita di Timor-Leste telah memfungsikan Logisticon, thumos dan ephitumia? ataukah hanya ingin memenuhi harsatnya yang cenderung ke epithumia?
Hakerek nain : Valerio Ximenes
Editor : Z-ray
0 komentar :
Post a Comment
Komentariu lao ho Etika