Sumber: Kompas Online Kamis, 15 Januari 1998
Kasus Perakitan Bom Terdakwa Minta Xanana Dihadirkan
Terdakwa kasus perakitan bom, Constancio Costa do Santos alias Aquita (21) meminta Jaksa Penuntut Umum Eko Purwanto menghadirkan Xanana Gusmao ke Pengadilan Negeri Dili. Selaku Panglima Tertinggi Angkatan Falintil dan Front Perjuangan Rakyat Timor Timur, Xanana sepatutnya dihadirkan dalam setiap persidangan.
Demikian eksepsi terdakwa Constancio yang disampaikan di Pengadilan Negeri Dili, Rabu (13/1). Terdakwa juga mengatakan, semua gerakan yang dilakukan AST (Assosiao Sociale de Timor) dan Brigade Negra, yakni perkumpulan orang-orang yang tidak menghendaki Timtim bergabung dengan RI, selama ini dimotori Xanana Gusmao.
Sidang dipimpin hakim I Made Nando. Ia didampingi hakim anggota,Jallaludin dan Tambunan. Sementara terdakwa didampingi Tim Penasihat Hukum dari Yayasan HAK (Hak Asasi dan Keadilan), yakni Aniceto Lopes Guterres dan Vinsensius Daton Igon. Dengan suara tegas dan lantang, terdakwa menambahkan, Xanana Gusmao adalah penyusun strategi dan otak pelaku semua kegiatan perakitan bom di Demak. Bom dimaksud kemudian dibawa ke Dili dengan sasaran, digunakan kelompok gerakan pengacau keamanan (GPK) yang tinggal di hutan untuk melawan ABRI.
"Karena itu, Xanana harus dihadirkan ke sidang ini. Saya tidak mau menghadiri sidang kalau Xanana tidak dihadirkan dalam setiap persidangan. Kami hanya melaksanakan segala perintah dan petunjuk dari Xanana Gusmao, dan beliau yang bertanggung jawab atas semua peristiwa di Demak, sampai upaya menyelundupkan bom dan amunisi ke Dili, pada tanggal 15 September tahun 1997 lalu," kata terdakwa Aquita.
Tidak membunuh Kegiatan perakitan bom, lanjut terdakwa, sama sekali tidak ditujukan untuk membunuh masyarakat atau menggagalkan pelantikan Gubernur Timtim periode 1997-2002 Abilio Jose Osorio Soares serta menteror masyarakat, sebagaimana disampaikan berbagai pihak melalui media massa. "Tetapi kami ingin memperjuangkan pemerintahan di Timtim yang betul-betul mengutamakan kepentingan masyarakat Timtim, secara adil dan merata, suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dengan bendera sendiri " kata Constancio.
Dalam dakwaannya, Jaksa Eko Purwanto antara lain menyebutkan, terdakwa Constancio ditangkap aparat keamanan tanggal 15 November 1997 di Pelabuhan Dili. Saat itu dia iketahui membawa 22 bom, 44 butir peluru M 16, 21 buah peluru revolver, satu butir peluru FN, satu buku catatan tentang cara membuat/merakit bom, empat amplop masing-masing berisi uang Rp 250.000 dari Xanana. Juga ditemukan beberapa surat dari Xanana dari LP Cipinang untuk para anggota GPK di hutan. Barang-barang tersebut, demikian jaksa, bertujuan untuk membunuh masyarakat dan membom gedung vital di Dili. Karena bagi saya pengadilan adalah tempat dimana saya dapat berteriak dan berkampanye politik apa saja yang berhubungan dengan aspirasi rakyat maubere.
Menghadapi proses persidangan yang terus berlangsung suatu ketika saya berpakai hitam untuk menunjukan rasa hormat saya terhadap kepada seluruh rakyat maubere telah tewas dalam perjuangan menuju pembebasan tanah air Timor Leste regim militer soeharto. Dan melakukan mogok bicara selama proses persidangan berlangsung. Semuanya saya lakukan karena saya telah muak dengan sandiwara politik yang telah berlangsung. Pada proses persidangan terakhir saya memakai seragam putih-putih dengan dasi kupu-kupu dan membawa bunga mayar merah untuk memberikan kepada hakim ketua dan para jaksa penuntut umum ketika itu.
Ketika hakim ketua sidang memberikan kesempatan kepada jaksa penuntut umum untuk membaca dakwaan terhadap saya dengan tuntutan hukuman seumur hidup dikurangi menjadi 20 tahun penjara. Setelah mendengar jaksa penuntut membaca tuntutan tersebut saya berteriak; “hukuman 20 tahun penjara bagi saya hanyalah 2 tahun karena proses demokratisasi di Indonesia akan membuka jalan bagi penyelesaian masalah Timor-Timur.”
Saya langsung membagi-bagi bunga mawar merah tersebut kepada para hakim, jaksa penuntut umum,pengacara dan para intel-intel SGI dan para polisi Indonesia yang ikut menyaksikan proses persidangan berlangsung. Setelah membagi bagi bunga mawar tersebut saya menyampaikan pesan terakhir kepada para hakim dan jaksa penuntut umun bahwa “proses persidangan terhadap saya adalah merupakan proses persidangan yang terakhir bagi seluruh perjuangan Timor Leste” karena rakyat Timor leste akan mengadili segala perbuatan dan tindakan militer Indonesia selama 24 tahun melalui suatu proses yang adil yaitu” Referendum”.
0 komentar :
Post a Comment
Komentariu lao ho Etika